Rabu, 23 November 2011

HARTA ABADI

HARTA ABADI

Allah swt. selalu menceritakan dalam Al Qur'an mengenai kepastian hancurnya alam dunia. Dalam pembukaan surah At Takwir, Al Infithaar dan Al Insyiqaaq, digambarkan secara detil bagaimana langit yang kokoh ini kelak akan menjadi rapuh dan terkelupas, bintang-bintang akan terlepas dari porosnya, lautan akan dipanaskan lalu diluapkan dan menelan semua daratan, matahari dipadamkan sehingga tidak ada kehidupan lagi di muka bumi. Ini menunjukkan bahwa harta yang selama ini manusia perjuangkan akan berakhir. Harta tidak akan pernah bisa mempertahankan kehidupan di muka bumi. Sehebat apapun usaha manusia untuk memperpanjang hidupnya, kematian pasti akan tiba pada saat yang telah ditentukan.

Lalu apa yang akan terjadi setelah hancurnya alam dunia? Allah menjelaskan dalam banyak tempat dalam Al Qur'an bahwa kelak manusia akan dibangkitkan lagi untuk kehidupan abadi. Itulah kehidupan alam akhirat. Allah berfirman: Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui. (QS. Al Ankabuut:64). Dari ayat ini nampak bahwa di dunia ini tidak ada yang abadi, melainkan semua akan berakhir dengan kemusnahan. Dalam surah Ar Rahman:26-27 Allah berfirman: "Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan".

Masihkah dunia akan terus dipertahankan? Masihkan manusia akan terus terlena dengan kesenangan dunia? Masihkan manusia tidak akan segera berpikir mengenai alam akhirat? Masihkan manusia tidak akan segera merencanakan untuk kehidupan abadi? Alam akhirat Allah persiapan bukan untuk sementara, melainkan untuk selama-lamanya. Tidak ada kematian lagi setelah itu. Siapa yang selama di dunia mempersiapkan diri untuk menjadi penghuni surga dengan mentaati Allah dan rasul-Nya, ia akan bahagia selamanya. Sebaliknya, siapa yang selama di dunia mempersiapkan diri untuk menjadi bahan bakar neraka dengan mengingkari ajaran Allah dan rasul-Nya, ia akan menderita selamanya.

Dalam Al Qur'an Allah swt. selalu menceritakan orang-orang yang kelak pasti akan menyesal, karena selama di dunia lalai. Mereka tidak pernah percaya bahwa kelak akan dihisab semua amal dan kekayaan yang mereka punya. Akibatnya mereka terlena dengan kemewahan, bukan hanya itu mereka menjadi kikir dan rakus. Mereka tidak mau beramal untuk akhirat. Kekayaan mereka tumpuk hanya untuk kepentingan dunia saja. Uang yang mereka punya hanya ditransfer dari bank ke bank. Tidak sedikitpun yang mereka transfer ke akhirat. Begitu dunia dihancurkan oleh Allah, semua hartanya berakhir. Tidak bisa membantu mereka di alam akhirat.

Kelak mereka pasti akan menyesal. Mereka kelak akan berkata seperti yang Allah firmankan dalam surah Al Haqqah: 27-28: "Telah hilang kekuasaanku dariku" Hartaku sekali-kali tidak memberi manfaat kepadaku". Kita simak lagi gambaran penyesalan mereka di akhir surah An Naba': 40: "Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepadamu (hai orang kafir) siksa yang dekat, pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya; dan orang kafir berkata: "Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah". Dalam surah Al Mulk:10, penyesalan seperti ini Allah ceritakan lagi: Dan mereka berkata: "Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala".

Sebelum menyesal, masih ada kesempatan untuk membuat harta kita menjadi abadi. Caranya: transferlah harta anda ke akhirat. Salurkan kekayaan anda melalui lembaga-lembaga sosial yang membantu fakir miskin dan anak yatim, lebih dari itu wakafkan harta anda untuk pelayanan sosial seperti masjid, sekolah pendidikan agama dan rumah sakit. Dari sini harta anda akan bergerak mencarikan pahala untuk anda. Dari sini kecapean yang selama ini anda lakukan tidak akan menjadi sia-sia. Anda kelak ditunggu oleh harta anda di surga. Wallahu a'lam bishawab.


Sumber : http://www.wakafcenter.com/berita-93-harta-abadi.html

Selasa, 22 November 2011

TIGA MACAM ORANG YANG TAK KAN DISAPA OLEH ALLAH


Tiga Macam Orang yang Takkan Disapa Allah



Diriwayatkan dari hadis Imam Bukhari dan Muslim, bahwasannya Rasulullah bersabda: “Tiga macam orang yang tak akan diajak bicara Allah pada hari Kiamat, dan tidak dilihat dengan rahmat-Nya, bahkan tidak dimaafkan dan tersedia bagi mereka siksa yang pedih, yakni: seseorang yang mempunyai kelebihan air di hutan, tiba-tiba tidak diberikan pada orang rantau yang berhajat padanya. Kedua, seseorang yang menjual barang dagangannya sesudah Ashar, lalu ia bersumpah dengan nama Allah bahwa ia mengambil barang itu sekian, dan dipercaya oleh pembeli, padahal ia berdusta. Ketiga, seorang yang berbaiat pada imam (pimpinan), ia tidak berbaiat kecuali untuk mendapatkan dunia (kekayaan), maka jika diberi ia menepati janjinya, jika tidak diberi (jabatan atau kekayaan) ia tidak menepati janjinya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Mencermati hadis tersebut, tiga golongan itulah yang akan merugi pada hari kiamat. Kenapa dikatakan merugi, karena hari kiamat adalah hari  dimana syafa’at (pertolongan) hanya akan diberikan atas izin-Nya.

Kembali ke tiga golongan tersebut, Pertama, Seseorang yang memiliki kelebihan air di hutan, namun ia enggan membagi kepada orang rantau yang meminta sedikit airnya. Golongan pertama diibaratkan seperti seseorang yang kikir untuk bersedekah. Ia tahu bahwa ada seseorang yang lebih membutuhkan apa yang ia miliki ketimbang dirinya sendiri. Namun sayangnya, ia enggan tak mau berbagi khawatir apa yang ia punya akan berkurang atau pun habis.
Rasulallah SAW bersabda, Aisyah RA berkata, “Ya Rasulallah, apakah sesuatu yang tidak boleh ditahan (ditolak yang memintanya). Jawab Nabi, “Air, garam, dan api,” (HR ibnu Majah).

Sabda Rasulullah SAW mengisyaratkan bahwa jika ada seseorang yang meminta air pada kita, dianjurkan untuk jangan pernah menolaknya, karena air adalah salah satu kebutuhan yang sangat vital bagi keberlangsungan hidup manusia. Atau jangan pula ada di antara kita, bersedia memberi, lantas terus menerus mengungkit pemberiannya, padahal ia tahu sedekah yang seperti itu akan menjadi boomerang bagi dirinya sendiri.

Seperti pada firman Allah SWT, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membatalkan pahala sedekahmu dengan mengungkit dan menganiaya (si pemberi), (orang yang demikian) bagaikan orang yang bersedekah hanya untuk dilihat orang, dan tidak terdorong oleh iman pada Allah dan hari kemudian. Maka, (orang yang berbuat demikian) bagaikan batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian ditimpa hujan lebat, maka ia tetap keras lagi licin. Mereka tak mendapatkan apa-apa dari usaha mereka itu. Dan Allah tidak memberi petunjuk pada kaum yang kafir.” (Al-Baqarah: 264).

Dalam ayat ini Allah menerangkan syarat untuk diterimanya sedekah yakni harus bersih dari mengungkit dan hinaan. Muhammad Al-Bakri berkata, Siti Aisyah r.a terbiasa jika bersedekah pada seseorang, ia mengutus orang untuk menyelidiki orang yang disedekahi itu. Maka bila orang itu mendoakan Siti Aisyah, segera didoakan dengan doa yang sama, supaya jangan sampai doa itu sebagai imbalan sedekah itu, sehingga mengurangi pahalanya,” karenanya, para ulama berpendapat sunnah bagi seseorang yang bersedekah mendoakan orang yang disedekahi, sebagaimana doa orang yang disedekahi itu.

Maka, ada baiknya orang yang menerima sedekah, mendoakan untuk orang yang bersedekah sesuai dengan tuntunan Rasulullah dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, “Siapa yang diberi sesuatu, lalu berkata pada yang memberi, “Jazakallahu Khairan (Semoga Allah membalas padamu kebaikan), maka sungguh itulah sebaik-baik pujian,” (HR Tirmidzi).

Golongan kedua, seseorang yang menjual barang dagangannya sesudah ashar, lalu ia bersumpah dengan nama Allah bahwa ia mengambil (membeli) barang itu sekian, dan dipercaya oleh pembeli, padahal ia berdusta. Golongan kedua ini adalah sebagian orang yang bergelut dalam perniagaan dengan pesan moral yang terkandung adalah kejujuran.

Berdagang adalah pekerjaan yang sungguh mulia, mengingat profesi tersebut juga pernah dijalani oleh Rasulullah. Satu hal yang paling kita ingat adalah saat beliau meniagakan barang-barang milik istrinya, Siti Khadijah RA dengan modal jujur dan keramahan beliau, beliau meraup untung besar yang dengan keuntungan tersebut beliau serahkan seutuhnya pada Khadijah. Pesan yang kita ingat dalam kisah sukses Rasul dalam berniaga ini ialah Rasul memiliki tuntunan sendiri dalam berniaga, artinya tidak mengambil untung yang berlebihan apalagi sampai hati menipu pembeli. Karena, sedikit banyak untung yang kita ambil, itu akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT kelak.

Ketiga, seorang yang berbaiat pada imam (pimpinan), ia tidak berbai’at kecuali untuk mendapatkan dunia (kekayaan), maka jika diberi ia menepati janjinya, jika tidak diberi (jabatan atau kekayaan) ia tidak menepati janjinya. Golongan ketiga ini ialah golongan setia bersyarat pada pemimpin. Ia tunduk dan patuh pada pemimpin tanpa keikhlasan sebagaimana yang dianjurkan Allah dan Rasulnya. Ia hanya patuh dan mengakui kepemimpinan seseorang jika ia pun mendapatkan ‘bagian’ dari kepemimpinannya. Padahal, Allah mengajarkan kita semua untuk taat pada Allah, Rasul dan ulil amri (pemimpin).

Semoga Allah melindungi kita semua dari ketiga golongan tersebut. Sebab, jika Allah saja enggan melihat kita, lantas siapa lagi yang kuasa memberikan pertolongan di saat orang terdekat tak sanggup menolong?
Wallahu a’lam bishshawwab.

Kamis, 17 November 2011

BAHAYA BURUK SANGKA

BAHAYA BURUK SANGKA
Assalammualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Buruk sangka atau biasa disebut dengan Suudzhon adalah sifat yang sangat dilarang oleh Allah swt, banyak sekali kisah-kisah dan nasehat yang menggambarkan betapa besarnya kerugian yang diakibatkan oleh buruk sangka tersebut. Apakah berburuk sangka itu? Para ulama mendefinisikan buruk sangka ini dengan adanya rasa curiga dan kekhawatiran yang tidak beralasan baik kepada saudara, sahabat dan manusia secara umum sementara tidak ada bukti atau alasan yang bisa membuktikannya. Mari kita perhatikan ayat di bawah ini:

يٰأَيُّهَا ٱلَّذِينَ آمَنُواْ ٱجْتَنِبُواْ كَثِيراً منَ ٱلظَّن

إِنَّ بَعْضَ ٱلظَّن إِثْمٌ وَلاَ تَجَسَّسُواْ

وَلاَ يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضاً أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ

لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتاً فَكَرِهْتُمُوهُ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.(QS Al Hujurat: 12)
Kemudian hadis berikut ini:

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:

“إِياَّكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيْثِ،

وَلاََ تَجَسَّسُوْا وَلاَ تَحَسَّسُوْا، وَلاَ تَنَافَسُوْا، وَلاَ تَحَاسَدُوْا،

وَلاَ تَبَاغَضُوْا، وَلاَ تَدَابَرُوْا، وَكُوْنوُاْ عِبَادَ اللهِ إِخْوَاناً”.(رَوَاهُ الْبُخَارِيْ)

Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bersabda,”Jauhilah oleh kamu sekalian berprasangka, karena sebenarnya berprasangka itu adalah suatu kebohongan yang besar, janganlah saling menguntit dan memata-matai aib orang lain, janganlah saling menjatuhkan dalam bersaing, janganlah saling mendengki, saling membenci, saling menolak satu sama lain, akan tetapi jadilah kamu sekalian hamba-hamba Allah yang saling bersaudara” (HR Bukhori)
Ayat dan hadis di atas adalah sebuah isyarat sekaligus sebuah ancaman betapa besarnya bahaya yang akan timbul akibat dari berprasangka buruk terhadap orang lain terlebih lagi antara sesama Muslim. Sebuah silaturahmi yang telah terjalin dengan baik akan menjadi sia-sia bahkan menjadi sebuah permusuhan yang mengakibatkan dendam yang berkepanjangan…Nauzu Billah min Zalik..
Lantas bagaimanakah cara kita menghindarinya…Rasulullah memerintahkan kepada kita untuk selalu menghindari dengan segera segala sesuatu yang akan menghantarkan kita kepada dosa dan maksiat. Hal ini beliau tegaskan dalam sabdanya yang berbunyi:

عَنْ حَارِثَة َبْنِ النُعْمَانِ : قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ -

صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ثَلاَثٌ لاَزِمَاتٌ ِلأُمَّتِىْ

: ” اَلطِّيَرَةُ وَالْحَسَدُ وَسُوْءُ الظَّنِّ ” : فَقَالَ رَجُلٌ :

مَا الَّذِىْ يُذْهِبْنَ ياَ رَسُوْلَ اللهِ مَنْ هُنَّ فِيْهِ؟ قَالَ :

” إِذَا حَسَدْتَ فَاسْتَغْفِرِ اللهَ ، وَإِذاَ ظَنَنْتَ فَلاَ تُحَقِّقْ ، وَإِذاَ تَطَيَّرْتَ فَامْضِ

” ” .(رَوَاهُ الْبَيْهَقِىْ )

Dari Haritsah bin Nukman ra bahwaRasulullah saw pernah bersabda: ada tiga hal yang tidak bisa dihindari oleh umatku, yaitu meramal hal-hal yang buruk, dengki dan buruk sangka. Berkata seorang laki-laki: apakah yang bisa menghilangkannya apabila seseorang berada dalam kondisi tersebut? Rasulullah bersabda,”apabila engkau dengki maka segeralah beristighfar kepada Allah, apabila engkau mulai berprasangka maka janganlah engkau memastikannya dan apabila engkau meramal hal-hal yang buruk maka segeralah melupakannya. (HR Baihaqi).
Wahai saudaraku, berhati-hatilah dengan sifat tersebut, marilah kita selalu berbaik sangka terhadap orang lain, terlebih lagi kepada sesama Muslim. Karena seorang Muslim yang baik itu adalah mereka yang tidak menghabiskan waktu yang tidak ada manfaatnya bagi dirinya bahkan membahayakan orang lain. Hal ini sesuai dengan anjuran Rasulullah saw serta sebagai ciri dari mukmin yang sejati:

عن عَلِيِّ بنِ حُسَيْنِ قَالَ ،: قَالَ رَسُولُ الله :

«إِنَّ مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ المَرْءِ تَرْكَهُ مَالاَ يَعْنِيهِ (رَوَاهُ التَّرْمِذِيْ)

Dari Ali bin Husein bahwasanya Rasulullah saw pernah bersabda,”Sesunnguhnya sebaik muslim itu adalah orang yang meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat bagi dirinya.(HR Turmuzi)
Kiranya ada baiknya kita merenungkan syair yang dituliskan oleh Imam Syafi’i tentang tips membuang jauh-jauh sifat jelek tersebut dari dalam diri kita..

وَعَيْنُ الرِّضاَ عَنْ كُلِّ عَيْبٍ كَلِيْلَةٌ..كَمَا أَنَّ عَيْنَ السُّخْطِ تُبْدِيْ الْمَسَاوِيْ..

Mata apabila dibalut dengan rasa cinta, maka yang tampak hanyalah yang indah-indah saja… Tetapi apabila mata dibalut dengan rasa benci, maka yang tampak hanyalah yang keji-keji saja…
Nah, bagaimanakah dengan diri kita? Jawabannya terpulang kepada bagaimana kita menjalaninya dalam kehidupan sehari-hari…..Wallahu A’lam
Wassalamualaikum wr wb

Selasa, 08 November 2011

PENOLONG MISTERIUS

Penolong Misterius

Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.

"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.

Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.

Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.

"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.

Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.

Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.

Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.

"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.

Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.

"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.

"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.

Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.

"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.

"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.

Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.

Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?

Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.

Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!

"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.

Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.

"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.

"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.

"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.

"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.

"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.

Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.

"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."

"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.

Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.

"Sekarang pulanglah!" kata Ali.

Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.

"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.

Ali tersenyum dan mengangguk.

"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.

"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.

Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.

Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.

Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.

"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"

"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.

Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.

Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.

Minggu, 06 November 2011

Daging Kurban untuk Walimah Nikah

Al-Hathab menukil keterangan dalam ad-Dzakhirah, bahwa penulis kitab al-Qabas mengatakan:

Guru kami, Abu Bakr al-Fihri mengatakan: Jika ada orang menyembelih hewan dengan niat untuk kurban dan aqiqah maka hukumnya tidak sah. Tapi jika digunakan untuk hidangan walimah, hukumnya sah. Perbedaannya adalah, bahwa maksud utama berkurban dan aqiqah itu sama, yaitu menyembelih hewan. Sementara kegiatan dua menyembelih hewan, tidak bisa digabungkan menjadi satu sembelihan hewan.

Sedangkan tujuan utama walimah adalah makanannya (dagingnya). Dan tujuan ini tidaklah bertentangan dengan kegiatan menyembelih. Sehingga memungkinkan untuk digabungkan.

(Mawahibul Jalil, 9/154)

Keterangan yang sama juga disampaikan dalam Fatawa Syabakah Islamiyah, di bawah bimbingan Dr. Abdullah al-Faqih

Jika ada hewan yang memenuhi syarat untuk kurban, seperti usia dan bebas dari cacat maka hewan ini bisa digunakan untuk kurban dan sekaligus untuk hidangan walimah. Sebagaimana dibolehkan untuk memberikan daging ini kepada kerabat dan rekan. Karena tujuan utama walimah adalah memberi makan undangan. Sebagian ulama telah menegaskan bahwa itu dibolehkan. Seperti keterangan al-Kharsyi dalam Syarh Mukhtashar Khalil, beliau menyatakan: “Jika ada orang yang melaksanakan kurban untuk hidangan walimah nikah, kurbannya sah.”

Meskipun para tamu undangan memberikan sumbangan kepada pemilik walimah, tidak mempengaruhi keabsahan kurban, meskipun sumbangan itu berupa uang.

Allahu a’lam
Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 80649

sumber
muslimah.or.id
penyusun Ustadz Ammi Nur Baits

Sabtu, 05 November 2011


Islamic Greeting Card by Alhabib

"Khusus tentang puasa Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah), diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Berpuasa di hari Arafah menghapuskan dosa setahun yang lalu dan dosa setahun yang akan datang." "
Rasulullah SAW telah bersabda:
"Dua bulan untuk berhari raya tidak berkurang keduanya, Ramadhan dan Dzulhijjah." (HR Muslim ).
Dalil-dalil tentang keutamaan bulan Dzulhijjah
Firman Allah subhanahu wata'ala:
"Demi fajar dan malam yang sepuluh" (QS. Al Fajr :1-2)
Diriwayatkan dari shahabat Ibnu Abbas bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak ada hari dimana amal shalih pada saat itu lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari ini, yaitu sepuluh hari (dari bulan Dzulhijjah)." Mereka bertanya: "Wahai Rasulullah, tidak pula jihad fi sabilillah?" Beliau bersabda: "Dan tidak pula jihad fi sabilillah. Kecuali orang yang keluar (berjihad) dengan jiwa dan hartanya, kemudian tidak kembali dengan sesuatupun." (HR Jama'ah kecuali Muslim dan an-Nasa'i).
Dalam kitabnya Fathul Baari menyatakan : "Tampaknya sebab mengapa sepuluh hari Dzul Hijjah diistimewakan adalah karena pada hari tersebut merupakan waktu berkumpulnya semua ibadah-ibadah yang utama yaitu shalat, shaum, shadaqah dan haji dan tidak ada selainnya waktu seperti itu".
Amal-amal yang Disyariatkan pada Hari-hari Tersebut
1. Melaksanakan ibadah haji dan umrah.
Kedua ibadah inilah yang paling utama dilaksanakan pada hari-hari tersebut, sebagaimana yang ditunjukkan dalam hadits, Rasulullah SAW bersabda : "Umrah yang satu ke umrah yang lainnya merupakan kaffarat (penghapus dosa-dosa) diantara keduanya, sedang haji mabrur, tidak ada balasan baginya kecuali surga." (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Shaum pada hari Arafah, ketika jamaah haji sedang wukuf (9 Dzulhijjah).
Tidak diragukan lagi bahwa ibadah puasa merupakan salah satu amalan yang paling afdhal dan salah satu amalan yang dilebihkan oleh Allah SWT dari amalan-amalan shalih lainnya. Sebagaimana firman-Nya dalam hadits qudsi:
Dalam hadits lain Rasulullah SAW bersabda: "Tidaklah seseorang berpuasa satu hari di jalan Allah melainkan Allah akan menjauhkan wajahnya dari neraka (karena puasanya) sejauh 70 tahun perjalanan" (HR. Bukhari dan Muslim)
Khusus tentang puasa Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah), diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Berpuasa di hari Arafah menghapuskan dosa setahun yang lalu dan dosa setahun yang akan datang."
3. Memperbanyak takbir dan dzikir pada hari-hari tersebut.
Sebagaimana Firman Allah subhanahu wata'ala:
"Supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang tertentu" (QS. Al Hajj: 28)
Tafsiran dari "hari-hari yang tertentu" adalah sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Oleh karena itu para ulama kita menyunnahkan untuk memperbanyak dzikir pada hari-hari tersebut. Dan penafsiran itu dikuatkan pula dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad rahimahullah dari Ibnu Umar RA bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Tidak ada hari-hari yang lebih agung dan amal shalih yang lebih dicintai oleh Allah padanya, melebihi sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, maka perbanyaklah pada hari-hari itu tahlil , takbir dan tahmid."
4. Bertaubat dan menjauhi kemaksiatan serta seluruh dosa agar mendapatkan maghfirah dan rahmat dari Allah SWT.
Hal ini penting dilakukan karena kemaksiatan merupakan penyebab ditolaknya dan jauhnya seseorang dari rahmat Allah SWT, sebaliknya ketaatan merupakan sebab kedekatan dan kecintaan Allah SWT kepada seseorang. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sungguh Allah itu cemburu dan kecemburuan Allah apabila seseorang melakukan apa yang Allah haramkan atasnya." (HR. Bukhari dan Muslim)
5. Memperbanyak ibadah-ibadah sunnat seperti shalat, membaca Al Qur'an, bersedekah, dan ibadah sunah lainnya.
Amalan tersebut akan dilipat gandakan pahalanya jika dilakukan pada hari-hari tersebut. Ibadah yang kecil pun jika dilakukan pada hari-hari tersebut akan lebih utama dan lebih dicintai oleh Allah subhanahu wata'ala daripada ibadah yang besar yang dilakukan pada waktu yang lain. Contohnya jihad, yang merupakan seutama-utama amal, namun akan dikalahkan oleh amal-amal shalih lain yang dilakukan pada sepuluh hari pertama bulah Dzulhijjah, kecuali orang yang mendapat syahid.
6. Disyariatkan pada hari-hari tersebut bertakbir di setiap waktu, baik itu siang maupun malam, terutama ketika selesai shalat berjama'ah di masjid.
Takbir ini dimulai sejak Shubuh hari Arafah (9 Dzulhijjah) bagi yang tidak melaksanakan ibadah haji, sedang bagi jama'ah haji sejak Zhuhur hari penyembelihan (10 Dzulhijjah). Adapun akhir hari bertakbir adalah pada hari Tasyrik yang terakhir (13 Dzulhijjah).
Imam Bukhori berkata: "Adalah Ibnu Umar dan Abu Hurairah radiallahuanhuma keluar ke pasar pada hari sepuluh bulan Dzul Hijjah, mereka berdua bertakbir dan orang-orangpun ikut bertakbir karenanya."
7. Memotong hewan qurban (udlhiyah) bagi yang mampu pada hari raya Qurban (10 Dzulhijjah) dan hari-hari Tasyrik (11,12,13 Dzulhijjah).
Hal ini merupakan sunnah bapak kita Ibrahim AS ketika Allah subhanahu wata'ala mengganti anak beliau dengan seekor sembelihan yang besar.
Dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim menyatakan, Nabi Muhammad SAW berqurban dengan dua ekor domba jantan yang keduanya berwarna putih bercampur hitam dan bertanduk. Beliau menyembelih keduanya dengan tangan beliau sendiri sambil membaca basmalah dan bertakbir.
8. Bagi orang yang berniat untuk berqurban hendaknya tidak memotong rambut dan kukunya sejak masuk tanggal 1 Dzulhijjah sampai dia berqurban.
Diriwayatkan dari Ummu Salamah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Jika kalian telah melihat awal bulan Dzulhijjah dan salah seorang diantara kalian berniat untuk menyembelih hewan qurban maka hendaknya dia menahan rambut dan kukunya." Di riwayat lain disebutkan: "Maka janganlah dia (memotong) rambut dan kuku-kukunya sehingga dia berqurban."
Kemungkinan hikmah larangan tersebut agar menyerupai orang yang menggiring (membawa) qurban sembelihan saat melakukan ibadah haji, sebagaimana firman Allah subhanahu wata'ala:
"� Dan janganlah kamu mencukur kepalamu sebelum qurban sampai di tempat penyembelihannya�" (QS. Al Baqarah :196).
9. Melaksanakan shalat 'Ied berjama'ah.
Karenanya janganlah seseorang menjadikan hari 'Ied untuk berbuat kejahatan dan kesombongan. Serta jangan pula menjadikannya sebagai kesempatan untuk bermaksiat kepada Allah SWT dengan mendengarkan nyanyian-nyanyian dan musik-musik yang melalaikan, minuman keras dan yang semacamnya. Perbuatantersebut menyebabkan terhapusnya amalan kita yang telah dikerjakan pada sepuluh hari pertama bulan tersebut.
Semoga Allah senantiasa memberi petunjuk kepada agar kita termasuk orang-orang yang memanfaatkan kesempatan emas seperti ini dengan baik. Amin.