Senin, 26 Desember 2011

Bersedekah adalah aktivitas ibadah nan mulia, namun disadari atau tidak sering dilupakan oleh sebagian orang. Kadangkala, saat kita sedang dalam keadaan berlimpah materi, ada saja kebutuhan yang harus dipenuhi. Sedangkan dalam keadaan sempit, maka shadaqah pun terasa sulit. Bagaimana bersedekah, sedang kebutuhan saja kian membelit? Akibatnya, hati kian sempit, dan merajalelalah sifat pelit. Naudzubillah.

Banyak orang berkata, sedekah tidak akan menjadikan si pemberi pelit. Ungkapan itu  ada benarnya. Namun, setiap orang memiliki persepsi masing-masing tentang hakikat sedekah mengingat makna shadaqah itu sendiri luas.

Rasulullah Saw bersabda, “Senyum kepada saudara muslim itu sedekah.” Ada pula yang memaknai sedekah bukan dari segi senyuman, namun pemberian--yakni mereka yang membiasakan dirinya untuk bersedekah dalam keadaan apapun-- baik dalam keadaan lapang maupun sempit. Ada yang kalau sedang lapang saja mau memberi, namun kala sempit ia nyaris mengesampingkan sedekah. Atau ada pula yang sama sekali enggan bersedekah.

Dalam Qs Ali Imran, Allah berfirman, ''Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali Imran: 133-134).

Allah telah berjanji--bagi siapapun hamba-Nya, lelaki maupun perempuan beriman, dalam keadaan lapang maupun sempit, tulus ikhlas, tidak ada unsur pamer dalam memberi, Allah akan melipatgandakannya sesuai dengan kehendak Allah, Sang Maha Meluaskan dan Menyempitkan Rezeki.

''Barang siapa yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), Maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan (Al-Baqarah: 245)

Salah seorang sahabat pernah bertanya kepada Rasulullah Saw, “ Sedekah yang bagaimana yang paling besar pahalanya ? ” Nabi Saw menjawab, “ Saat kamu bersedekahhendaklah kamu sehat dan dalam kondisi kekurangan. Jangan ditunda sehingga rohmu di tenggorokan baru kamu berkata untuk Fulan sekian dan untuk Fulan sekian.” (HR. Bukhari)

Rasulullah menganjurkan kita untuk senantiasa membudidayakan sedekah dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi dalam keadaan kaya, ada amanat yang harus ditunaikan. Jika dalam keadaan kaya, itu adalah ujian dari Allah sebab Allah ingin melihat apakah hamba-Nya mampu mengolah apa yang Allah titipkan melalui sedekah. Sedangkan orang dalam keadaan sempit, itu pun cobaan dari Allah--sebab Allah ingin melihat apakah ia tetap berbagi meski dalam keadaan sulit materi.

Ada kisah mengenai tiga orang Bani Israil yang ketiga-tiganya diuji Allah Swt. semoga kita dapat memetik hikmah dari kisah yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim ini.

Dari Abi Hurairah r.a, beliau mendengar Rasulullah Saw bersabda, “Ada tiga orang Bani Israil (seorangnya) ditimpa penyakit kusta, seorangnya ditimpa penyakit rontok rambutnya dan seorang lagi buta. Maka Allah telah menguji ketiga-tiganya dengan mengutus kepada mereka seorang malaikat.

Malaikat tersebut telah mendatangi orang yang berpenyakit kusta dan bertanya kepadanya, “Apakah yang paling engkau sukai?”

Jawab sang penyandang kusta, “Warna yang bagus serta kulit yang baik dan sembuh dari kotoran yang menyebabkan manusia memandang jelek kepadaku.''

Maka malaikat itu menyapunya dan lalu hilanglah penyakit itu dan diberi warna serta kulit yang baik. Malaikat bertanya lagi, “Harta apakah yang paling engkau sukai?”

Ia menjawab, “Unta atau sapi.'' Maka malaikat memberikan unta yang sedang mengandung sepuluh bulan dan mendoakan orang yang berpenyakit kusta tersebut.

Kemudian malaikat mendatangi orang yang berpenyakit rambut rontok lalu bertanya, “Apakah yang paling engkau sukai?”.

Lelaki kedua menjawab, “Rambut yang bagus dan sembuh dari penyakit yang menyebabkan manusia memandang jelek  padaku.” Maka malaikat membersihkannya lalu hilanglah penyakit itu serta diberikan rambut yang baik.

Malaikat bertanya lagi, “Harta apakah yang paling Engkau sukai?” Ia menjawab, “Sapi,''. Maka ia diberikan sapi yang sedang bunting serta mendoakannya pula.

Kemudian malaikat datang ke orang buta, “Apakah yang paling engkau sukai?”

Ia menjawab, “Aku ingin Allah mengembalikan penglihatanku semoga aku dapat melihat manusia. Malaikat meyapu matanya dan Allah mengembalikan penglihatannya.

“Harta apakah yang paling kamu sukai?” tanya malaikat. Jawab si buta, “Kambing biri-biri,” Maka dia diberikan seekor biri-biri yang telah melahirkan anak lalu mendoakan si buta agar selalu mendapat barakah Allah Swt.

Maka, kedua lelaki (berpenyakit kusta dan rambut rontok) mengurusi kelahiran unta dan sapi begitu juga dengan lelaki buta. Setelah sekian lama, lelaki yang berpenyakit kusta telah memiliki satu lembah berisi unta, sedang lelaki berambut rontok telah memiliki lembah berisi sapi dan lelaki buta telah memiliki satu lembah berisi kambing biri-biri.

Selang beberapa waktu, malaikat kembali mendatangi lelaki yang berpenyakit kusta dengan menjelma sebagaimana keadaan lelaki sebelumnya (berpenyakit kusta).

Ia mengadu kepada lelaki tersebut, “Aku seorang lelaki miskin yang telah kehabisan bekal sewaktu aku bermusafir. Aku tidak mempunyai tempat untuk mengadu pada hari ini selain pada Allah dan pada Engkau. Aku memohon padamu demi yang telah memberikan padamu warna serta kulit yang baik juga harta seekor unta yang dapat membantuku meneruskan perjalananku.

''Aku mempunyai banyak tanggungan,'' jawab mantan penyandang kustal.

Malaikat menjawab, ''Aku rasa aku mengenalimu. Bukankah dulu kau berpenyakit kusta dan manusia memandang jelek kepadamu? Bukankah dulu kau orang fakir lalu Allah megaruniakan harta kepadamu ?''

''Aku mewarisi harta ini dari orangtuaku,'' jawab lelaki.

Malaikat menjawab, ''Sekiranya kamu berdusta, Allah akan menjadikanmu seperti keadaanmu sebelum ini.''

Malaikat pun mendatangi si rambut rontok serta melakukan hal yang sama, menjelma menyerupai keadaan seperti sebelum si lelaki kaya raya. Jawaban si rambut rontok pun senada. Ia enggan memberikan sebagian hartanya pada malaikat yang menjelma tersebut. Malaikat pun mendoakan agar Allah mengembalikan keadaannya seperti semula.

Terakhir, malaikat mendatangi si buta. Lalu mengadu,''Aku seorang lelaki pengembara yang miskin. Aku telah kehilangan kendaraan sewaktu aku mushafir. Maka aku tidak mempunyai tempat untuk mengadu melainkan kepada Allah dan engkau. Aku memohon darimu demi Yang telah mengembalikan penglihatanmu seekor kambing biri-biri yang bisa meneruskan perjalananku.''

Lelaki tersebut menjawab, ''Aku sebelum ini adalah lelaki buta. Allah telah mengembalikan penglihatanku. Oleh karena itu, ambilah apa yang engkau mau dan tinggalkan apa yang tidak engkau mau. Demi Allah, aku tidak akan mencegah dan mengungkit kembali pemberianku padamu untuk kau ambil karena Allah.

''Jagalah hartamu. Seseungguhnya kamu telah diuji oleh Allah. Allah telah meridhaimu dan membenci dua orang sahabatmu,'' jawab malaikat. Wallahu a'lam bishawwab.

Minggu, 04 Desember 2011

KEUTAMAAN 10 MUHAROM ( SYURO )


Bismillahirrahmanirrahiim..
Innalhamdalillahi nahmaduhu wanasta’iinuhu wanastaghfiruhu Wana’udzubiillah minsyurruri ‘anfusinaa waminsayyi’ati ‘amaalinnaa Manyahdihillah falah mudhillalah Wa man yudhlil falaa haadiyalah Wa asyhadu allaa ilaaha illallaah wahdahu laa syariikalah wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu wa rasuuluh.
(Segala puji bagi Allah yang hanya kepadaNya kami memuji, memohon pertolongan, dan mohon ampunan. Kami berlindung kepadaNya dari kekejian diri dan kejahatan amalan kami. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka tidak ada yang dapat menyesatkan, dan barang siapa yang tersesat dari jalanNya maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk. Dan aku bersaksi bahwa tiada sembahan yang berhak disembah melainkan Allah saja, yang tiada sekutu bagiNya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hambaNya dan RasulNya)
Keluarga kajian yang dimanapun berada, semoga selalu berada dalam limpahan rahmat dan rasa syukur atas nikmat yang diberikan Allah SWT.
Beberapa hari lagi, tahun hijriah akan bertambah angka digit terakhirnya dan tak terasa satu tahun Allah swt telah memberikan kita kesempatan untuk hidup meraih rahmatNya sebagai bekal untuk kehidupan akhirat. Bulan Muharram sebagai awal bulan pembuka Tahun Hijriah memiliki keistimewaan tersendiri diantara bulan Hijriah lainnya, berikut mari kita simak Ayat cintaNya dan Hadist tentang Bulan Muharram dan keutamaan Puasa Asy-syuara di Bulan Muharram.
Bulan Muharram adalah salah satu dari empat bulan haram atau bulan yang dimuliakan Allah dimana empat bulan tersebut adalah, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab.
Allah swt  berfirman yang artinya:
“Sesungguhnya jumlah bulan di kitabullah (Al Quran) itu ada dua belas bulan sejak Allah menciptakan langit dan bumi, empat di antaranya adalah bulan-bulan haram,” (QS. At Taubah: 36)
Kata Muharram artinya ‘dilarang’. Sebelum datangnya ajaran Islam, bulan Muharram sudah dikenal sebagai bulan suci dan dimuliakan oleh masyarakat Jahiliyah. Pada bulan ini dilarang untuk melakukan hal-hal seperti peperangan dan bentuk persengketaan lainnya. Kemudian ketika Islam datang, bulan haram ditetapkan dan dipertahankan sementara tradisi jahiliyah yang lain dihapuskan termasuk kesepakatan tidak berperang.
Bulan Muharram memiliki banyak keutamaan, sehingga bulan ini disebut bulan Allah (syahrullah). Pada bulan ini tepatnya pada tanggal 10 Muharram Allah menyelamatkan Nabi Musa as dan Bani Israil dari kejaran Firaun. Mereka memuliakannya dengan berpuasa. Kemudian Rasulullah saw menetapkan puasa pada tanggal 10 Muharram sebagai rasa syukur atas pertolongan Allah.
Masyarakat Jahiliyah sebelumnya juga berpuasa. Puasa 10 Muharram tadinya hukumnya wajib, kemudian berubah menjadi sunnah setelah turun kewajiban puasa Ramadhan.
Ketika Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam telah berhijrah dan tiba di Madinah, beliau mendapati Yahudi Madinah ternyata juga bershaum pada hari tersebut. Maka beliau bertanya kepada mereka. Hal ini sebagaimana dikisahkan oleh shahabat ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu’anhuma :
Bahwa Nabi shalallahu’alaihi wa sallam ketika tiba di Madinah, beliau mendapat Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyura. Maka beliau bertanya (kepada mereka) : “Hari apakah ini yang kalian bershaum padanya?” Maka mereka menjawab : “Ini merupakan hari yang agung, yaitu pada hari tersebut Allah menyelamatkan Musa beserta kaumnya dan menenggelamkan Fir’aun bersama kaumnya. Maka Musa bershaum pada hari tersebut dalam rangka bersyukur (kepada Allah). Maka kami pun bershaum pada hari tersebut” Maka Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersabda : “Kami lebih berhak terhadap Musa daripada kalian.” Maka Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bershaum pada hari tersebut dan memerintahkan (para shahabat) untuk bershaum pada hari tersebut. [HR. Al-Bukhari 2004, 3397, 3943, 4680, 4737. Muslim 1130]
Dari Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Sebaik-baiknya puasa setelah Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah Muharram. Dan sebaik-baiknya ibadah setelah ibadah wajib adalah shalat malam.” (HR Muslim)
Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam pernah ditanya tentang shaum pada hari Asyura`, maka beliau menjawab :
“(Shaum tersebut) menghapuskan dosa-dosa setahun yang telah lewat.” [HR. Muslim 1162)
Walaupun ada kesamaan dalam ibadah, khususnya berpuasa, tetapi Rasulullah saw memerintahkan pada umatnya agar berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Yahudi, apalagi oleh orang-orang musyrik. Oleh karena itu beberapa hadits menyarankan agar puasa hari ‘Asyura diikuti oleh puasa satu hari sebelum atau sesudah puasa hari ‘Asyura.
Secara umum, puasa Muharram dapat dilakukan dengan beberapa pilihan. Pertama, berpuasa tiga hari, sehari sebelumnya dan sehari sesudahnya, yaitu puasa tanggal 9, 10 dan 11 Muharram. Kedua, berpuasa pada hari itu dan satu hari sesudah atau sebelumnya, yaitu puasa tanggal: 9 dan 10, atau 10 dan 11. Ketiga, puasa pada tanggal 10 saja, hal ini karena ketika Rasulullah saw memerintahkan untuk puasa pada hari ‘Asyura para sahabat berkata: “Itu adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani, beliau bersabda: “Jika datang tahun depan insya Allah kita akan berpuasa hari kesembilan, akan tetapi beliau meninggal pada tahun tersebut.” (HR. Muslim).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa “Shaum ‘Asyura` memiliki empat tingkatan :
Tingkat Pertama : bershaum pada tanggal 9, 10, dan 11. Ini merupakan tingkatan tertinggi. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dalam Al-Musnad : Bershaumlah sehari sebelumnya atau sehari setelahnya. Selisihilah kaum Yahudi.” Dan karena seorang jika ia bershaum (pada) 3 hari (tersebut), maka ia sekaligus memperoleh keutamaan shaum 3 hari setiap bulan.
Tingkat Kedua : bershaum pada tanggal 9 dan 10. Berdasarkan sabda Nabi shalallahu’alaihi wa sallam : “Kalau saya hidup sampai tahun depan, niscaya aku bershaum pada hari ke-9.” Ini beliau ucapkan ketika disampaikan kepada beliau bahwa kaum Yahudi juga bershaum pada hari ke-10, dan beliau suka untuk berbeda dengan kaum Yahudi, bahkan dengan semua orang kafir.
Tingkat Ketiga : bershaum pada tanggal 10 dan 11.
Tingkat Keempat : bershaum pada tanggal 10 saja. Di antara ‘ulama ada yang berpendapat hukumnya mubah, namun ada juga yang berpendapat hukumnya makruh.
Yang berpendapat hukumnya mubah berdalil dengan keumuman sabda Nabi shalallahu’alaihi wa sallam ketika beliau ditanya tentang shaum ‘Asyura`, maka beliau menjawab “Saya berharap kepada Allah bahwa shaum tersebut menghapuskan dosa setahun sebelumnya.” Beliau tidak menyebutkan hari ke-9.
Sementara yang berpendapat hukumnya makruh berdalil dengan sabda Nabi shalallahu’alaihi wa sallam : “Selisihilah kaum Yahudi. Bershaumlah sehari sebelumnya atau sehari setelahnya.” Dalam lafazh lain, “Bershaumlah sehari sebelumnya dan sehari setelahnya.” Sabda beliau ini berkonsekuensi wajibnya menambahkan satu hari dalam rangka menyelisihi (kaum Yahudi), atau minimalnya menunjukkan makruh menyendirikan shaum pada hari itu (hari ke-10) saja. Pendapat yang menyatakan makruh menyendirikan shaum pada hari itu saja merupakan pendapat yang kuat.”
Kesibukan yang ada, terkadang membuat kita lupa esok tanggal berapa, jika saat ini keluarga kajian dekat dengan alat yang bisa mengingatkan keluarga kajian semua akan pentingnya shaum bulan Muharram, kita buat “reminder” yuk, bersiap menyambut keutamaannya dengan berniat untuk melaksanakannya esok di tanggal 9, 10 Muharram. Selamat menempuh tahun baru dengan peluang kesuksesan dan kenikmatan memperoleh rizki di dunia untuk mendapatkan akhiratnya.
=div.kreatif=
Sumber :
Riyadhus Shalihin, Imam Nawawi
Penjelasan ustadz Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin dalam ulamasunnah.wordpress.com dan fatwa Al-Lajnah Ad-Da`imah lil Buhutsil ‘Ilmiyyah wal Ifta` dalam ikhwanmuslim.or.id

Rabu, 23 November 2011

HARTA ABADI

HARTA ABADI

Allah swt. selalu menceritakan dalam Al Qur'an mengenai kepastian hancurnya alam dunia. Dalam pembukaan surah At Takwir, Al Infithaar dan Al Insyiqaaq, digambarkan secara detil bagaimana langit yang kokoh ini kelak akan menjadi rapuh dan terkelupas, bintang-bintang akan terlepas dari porosnya, lautan akan dipanaskan lalu diluapkan dan menelan semua daratan, matahari dipadamkan sehingga tidak ada kehidupan lagi di muka bumi. Ini menunjukkan bahwa harta yang selama ini manusia perjuangkan akan berakhir. Harta tidak akan pernah bisa mempertahankan kehidupan di muka bumi. Sehebat apapun usaha manusia untuk memperpanjang hidupnya, kematian pasti akan tiba pada saat yang telah ditentukan.

Lalu apa yang akan terjadi setelah hancurnya alam dunia? Allah menjelaskan dalam banyak tempat dalam Al Qur'an bahwa kelak manusia akan dibangkitkan lagi untuk kehidupan abadi. Itulah kehidupan alam akhirat. Allah berfirman: Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui. (QS. Al Ankabuut:64). Dari ayat ini nampak bahwa di dunia ini tidak ada yang abadi, melainkan semua akan berakhir dengan kemusnahan. Dalam surah Ar Rahman:26-27 Allah berfirman: "Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan".

Masihkah dunia akan terus dipertahankan? Masihkan manusia akan terus terlena dengan kesenangan dunia? Masihkan manusia tidak akan segera berpikir mengenai alam akhirat? Masihkan manusia tidak akan segera merencanakan untuk kehidupan abadi? Alam akhirat Allah persiapan bukan untuk sementara, melainkan untuk selama-lamanya. Tidak ada kematian lagi setelah itu. Siapa yang selama di dunia mempersiapkan diri untuk menjadi penghuni surga dengan mentaati Allah dan rasul-Nya, ia akan bahagia selamanya. Sebaliknya, siapa yang selama di dunia mempersiapkan diri untuk menjadi bahan bakar neraka dengan mengingkari ajaran Allah dan rasul-Nya, ia akan menderita selamanya.

Dalam Al Qur'an Allah swt. selalu menceritakan orang-orang yang kelak pasti akan menyesal, karena selama di dunia lalai. Mereka tidak pernah percaya bahwa kelak akan dihisab semua amal dan kekayaan yang mereka punya. Akibatnya mereka terlena dengan kemewahan, bukan hanya itu mereka menjadi kikir dan rakus. Mereka tidak mau beramal untuk akhirat. Kekayaan mereka tumpuk hanya untuk kepentingan dunia saja. Uang yang mereka punya hanya ditransfer dari bank ke bank. Tidak sedikitpun yang mereka transfer ke akhirat. Begitu dunia dihancurkan oleh Allah, semua hartanya berakhir. Tidak bisa membantu mereka di alam akhirat.

Kelak mereka pasti akan menyesal. Mereka kelak akan berkata seperti yang Allah firmankan dalam surah Al Haqqah: 27-28: "Telah hilang kekuasaanku dariku" Hartaku sekali-kali tidak memberi manfaat kepadaku". Kita simak lagi gambaran penyesalan mereka di akhir surah An Naba': 40: "Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepadamu (hai orang kafir) siksa yang dekat, pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya; dan orang kafir berkata: "Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah". Dalam surah Al Mulk:10, penyesalan seperti ini Allah ceritakan lagi: Dan mereka berkata: "Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala".

Sebelum menyesal, masih ada kesempatan untuk membuat harta kita menjadi abadi. Caranya: transferlah harta anda ke akhirat. Salurkan kekayaan anda melalui lembaga-lembaga sosial yang membantu fakir miskin dan anak yatim, lebih dari itu wakafkan harta anda untuk pelayanan sosial seperti masjid, sekolah pendidikan agama dan rumah sakit. Dari sini harta anda akan bergerak mencarikan pahala untuk anda. Dari sini kecapean yang selama ini anda lakukan tidak akan menjadi sia-sia. Anda kelak ditunggu oleh harta anda di surga. Wallahu a'lam bishawab.


Sumber : http://www.wakafcenter.com/berita-93-harta-abadi.html

Selasa, 22 November 2011

TIGA MACAM ORANG YANG TAK KAN DISAPA OLEH ALLAH


Tiga Macam Orang yang Takkan Disapa Allah



Diriwayatkan dari hadis Imam Bukhari dan Muslim, bahwasannya Rasulullah bersabda: “Tiga macam orang yang tak akan diajak bicara Allah pada hari Kiamat, dan tidak dilihat dengan rahmat-Nya, bahkan tidak dimaafkan dan tersedia bagi mereka siksa yang pedih, yakni: seseorang yang mempunyai kelebihan air di hutan, tiba-tiba tidak diberikan pada orang rantau yang berhajat padanya. Kedua, seseorang yang menjual barang dagangannya sesudah Ashar, lalu ia bersumpah dengan nama Allah bahwa ia mengambil barang itu sekian, dan dipercaya oleh pembeli, padahal ia berdusta. Ketiga, seorang yang berbaiat pada imam (pimpinan), ia tidak berbaiat kecuali untuk mendapatkan dunia (kekayaan), maka jika diberi ia menepati janjinya, jika tidak diberi (jabatan atau kekayaan) ia tidak menepati janjinya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Mencermati hadis tersebut, tiga golongan itulah yang akan merugi pada hari kiamat. Kenapa dikatakan merugi, karena hari kiamat adalah hari  dimana syafa’at (pertolongan) hanya akan diberikan atas izin-Nya.

Kembali ke tiga golongan tersebut, Pertama, Seseorang yang memiliki kelebihan air di hutan, namun ia enggan membagi kepada orang rantau yang meminta sedikit airnya. Golongan pertama diibaratkan seperti seseorang yang kikir untuk bersedekah. Ia tahu bahwa ada seseorang yang lebih membutuhkan apa yang ia miliki ketimbang dirinya sendiri. Namun sayangnya, ia enggan tak mau berbagi khawatir apa yang ia punya akan berkurang atau pun habis.
Rasulallah SAW bersabda, Aisyah RA berkata, “Ya Rasulallah, apakah sesuatu yang tidak boleh ditahan (ditolak yang memintanya). Jawab Nabi, “Air, garam, dan api,” (HR ibnu Majah).

Sabda Rasulullah SAW mengisyaratkan bahwa jika ada seseorang yang meminta air pada kita, dianjurkan untuk jangan pernah menolaknya, karena air adalah salah satu kebutuhan yang sangat vital bagi keberlangsungan hidup manusia. Atau jangan pula ada di antara kita, bersedia memberi, lantas terus menerus mengungkit pemberiannya, padahal ia tahu sedekah yang seperti itu akan menjadi boomerang bagi dirinya sendiri.

Seperti pada firman Allah SWT, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membatalkan pahala sedekahmu dengan mengungkit dan menganiaya (si pemberi), (orang yang demikian) bagaikan orang yang bersedekah hanya untuk dilihat orang, dan tidak terdorong oleh iman pada Allah dan hari kemudian. Maka, (orang yang berbuat demikian) bagaikan batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian ditimpa hujan lebat, maka ia tetap keras lagi licin. Mereka tak mendapatkan apa-apa dari usaha mereka itu. Dan Allah tidak memberi petunjuk pada kaum yang kafir.” (Al-Baqarah: 264).

Dalam ayat ini Allah menerangkan syarat untuk diterimanya sedekah yakni harus bersih dari mengungkit dan hinaan. Muhammad Al-Bakri berkata, Siti Aisyah r.a terbiasa jika bersedekah pada seseorang, ia mengutus orang untuk menyelidiki orang yang disedekahi itu. Maka bila orang itu mendoakan Siti Aisyah, segera didoakan dengan doa yang sama, supaya jangan sampai doa itu sebagai imbalan sedekah itu, sehingga mengurangi pahalanya,” karenanya, para ulama berpendapat sunnah bagi seseorang yang bersedekah mendoakan orang yang disedekahi, sebagaimana doa orang yang disedekahi itu.

Maka, ada baiknya orang yang menerima sedekah, mendoakan untuk orang yang bersedekah sesuai dengan tuntunan Rasulullah dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, “Siapa yang diberi sesuatu, lalu berkata pada yang memberi, “Jazakallahu Khairan (Semoga Allah membalas padamu kebaikan), maka sungguh itulah sebaik-baik pujian,” (HR Tirmidzi).

Golongan kedua, seseorang yang menjual barang dagangannya sesudah ashar, lalu ia bersumpah dengan nama Allah bahwa ia mengambil (membeli) barang itu sekian, dan dipercaya oleh pembeli, padahal ia berdusta. Golongan kedua ini adalah sebagian orang yang bergelut dalam perniagaan dengan pesan moral yang terkandung adalah kejujuran.

Berdagang adalah pekerjaan yang sungguh mulia, mengingat profesi tersebut juga pernah dijalani oleh Rasulullah. Satu hal yang paling kita ingat adalah saat beliau meniagakan barang-barang milik istrinya, Siti Khadijah RA dengan modal jujur dan keramahan beliau, beliau meraup untung besar yang dengan keuntungan tersebut beliau serahkan seutuhnya pada Khadijah. Pesan yang kita ingat dalam kisah sukses Rasul dalam berniaga ini ialah Rasul memiliki tuntunan sendiri dalam berniaga, artinya tidak mengambil untung yang berlebihan apalagi sampai hati menipu pembeli. Karena, sedikit banyak untung yang kita ambil, itu akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT kelak.

Ketiga, seorang yang berbaiat pada imam (pimpinan), ia tidak berbai’at kecuali untuk mendapatkan dunia (kekayaan), maka jika diberi ia menepati janjinya, jika tidak diberi (jabatan atau kekayaan) ia tidak menepati janjinya. Golongan ketiga ini ialah golongan setia bersyarat pada pemimpin. Ia tunduk dan patuh pada pemimpin tanpa keikhlasan sebagaimana yang dianjurkan Allah dan Rasulnya. Ia hanya patuh dan mengakui kepemimpinan seseorang jika ia pun mendapatkan ‘bagian’ dari kepemimpinannya. Padahal, Allah mengajarkan kita semua untuk taat pada Allah, Rasul dan ulil amri (pemimpin).

Semoga Allah melindungi kita semua dari ketiga golongan tersebut. Sebab, jika Allah saja enggan melihat kita, lantas siapa lagi yang kuasa memberikan pertolongan di saat orang terdekat tak sanggup menolong?
Wallahu a’lam bishshawwab.

Kamis, 17 November 2011

BAHAYA BURUK SANGKA

BAHAYA BURUK SANGKA
Assalammualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Buruk sangka atau biasa disebut dengan Suudzhon adalah sifat yang sangat dilarang oleh Allah swt, banyak sekali kisah-kisah dan nasehat yang menggambarkan betapa besarnya kerugian yang diakibatkan oleh buruk sangka tersebut. Apakah berburuk sangka itu? Para ulama mendefinisikan buruk sangka ini dengan adanya rasa curiga dan kekhawatiran yang tidak beralasan baik kepada saudara, sahabat dan manusia secara umum sementara tidak ada bukti atau alasan yang bisa membuktikannya. Mari kita perhatikan ayat di bawah ini:

يٰأَيُّهَا ٱلَّذِينَ آمَنُواْ ٱجْتَنِبُواْ كَثِيراً منَ ٱلظَّن

إِنَّ بَعْضَ ٱلظَّن إِثْمٌ وَلاَ تَجَسَّسُواْ

وَلاَ يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضاً أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ

لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتاً فَكَرِهْتُمُوهُ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.(QS Al Hujurat: 12)
Kemudian hadis berikut ini:

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:

“إِياَّكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيْثِ،

وَلاََ تَجَسَّسُوْا وَلاَ تَحَسَّسُوْا، وَلاَ تَنَافَسُوْا، وَلاَ تَحَاسَدُوْا،

وَلاَ تَبَاغَضُوْا، وَلاَ تَدَابَرُوْا، وَكُوْنوُاْ عِبَادَ اللهِ إِخْوَاناً”.(رَوَاهُ الْبُخَارِيْ)

Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bersabda,”Jauhilah oleh kamu sekalian berprasangka, karena sebenarnya berprasangka itu adalah suatu kebohongan yang besar, janganlah saling menguntit dan memata-matai aib orang lain, janganlah saling menjatuhkan dalam bersaing, janganlah saling mendengki, saling membenci, saling menolak satu sama lain, akan tetapi jadilah kamu sekalian hamba-hamba Allah yang saling bersaudara” (HR Bukhori)
Ayat dan hadis di atas adalah sebuah isyarat sekaligus sebuah ancaman betapa besarnya bahaya yang akan timbul akibat dari berprasangka buruk terhadap orang lain terlebih lagi antara sesama Muslim. Sebuah silaturahmi yang telah terjalin dengan baik akan menjadi sia-sia bahkan menjadi sebuah permusuhan yang mengakibatkan dendam yang berkepanjangan…Nauzu Billah min Zalik..
Lantas bagaimanakah cara kita menghindarinya…Rasulullah memerintahkan kepada kita untuk selalu menghindari dengan segera segala sesuatu yang akan menghantarkan kita kepada dosa dan maksiat. Hal ini beliau tegaskan dalam sabdanya yang berbunyi:

عَنْ حَارِثَة َبْنِ النُعْمَانِ : قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ -

صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ثَلاَثٌ لاَزِمَاتٌ ِلأُمَّتِىْ

: ” اَلطِّيَرَةُ وَالْحَسَدُ وَسُوْءُ الظَّنِّ ” : فَقَالَ رَجُلٌ :

مَا الَّذِىْ يُذْهِبْنَ ياَ رَسُوْلَ اللهِ مَنْ هُنَّ فِيْهِ؟ قَالَ :

” إِذَا حَسَدْتَ فَاسْتَغْفِرِ اللهَ ، وَإِذاَ ظَنَنْتَ فَلاَ تُحَقِّقْ ، وَإِذاَ تَطَيَّرْتَ فَامْضِ

” ” .(رَوَاهُ الْبَيْهَقِىْ )

Dari Haritsah bin Nukman ra bahwaRasulullah saw pernah bersabda: ada tiga hal yang tidak bisa dihindari oleh umatku, yaitu meramal hal-hal yang buruk, dengki dan buruk sangka. Berkata seorang laki-laki: apakah yang bisa menghilangkannya apabila seseorang berada dalam kondisi tersebut? Rasulullah bersabda,”apabila engkau dengki maka segeralah beristighfar kepada Allah, apabila engkau mulai berprasangka maka janganlah engkau memastikannya dan apabila engkau meramal hal-hal yang buruk maka segeralah melupakannya. (HR Baihaqi).
Wahai saudaraku, berhati-hatilah dengan sifat tersebut, marilah kita selalu berbaik sangka terhadap orang lain, terlebih lagi kepada sesama Muslim. Karena seorang Muslim yang baik itu adalah mereka yang tidak menghabiskan waktu yang tidak ada manfaatnya bagi dirinya bahkan membahayakan orang lain. Hal ini sesuai dengan anjuran Rasulullah saw serta sebagai ciri dari mukmin yang sejati:

عن عَلِيِّ بنِ حُسَيْنِ قَالَ ،: قَالَ رَسُولُ الله :

«إِنَّ مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ المَرْءِ تَرْكَهُ مَالاَ يَعْنِيهِ (رَوَاهُ التَّرْمِذِيْ)

Dari Ali bin Husein bahwasanya Rasulullah saw pernah bersabda,”Sesunnguhnya sebaik muslim itu adalah orang yang meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat bagi dirinya.(HR Turmuzi)
Kiranya ada baiknya kita merenungkan syair yang dituliskan oleh Imam Syafi’i tentang tips membuang jauh-jauh sifat jelek tersebut dari dalam diri kita..

وَعَيْنُ الرِّضاَ عَنْ كُلِّ عَيْبٍ كَلِيْلَةٌ..كَمَا أَنَّ عَيْنَ السُّخْطِ تُبْدِيْ الْمَسَاوِيْ..

Mata apabila dibalut dengan rasa cinta, maka yang tampak hanyalah yang indah-indah saja… Tetapi apabila mata dibalut dengan rasa benci, maka yang tampak hanyalah yang keji-keji saja…
Nah, bagaimanakah dengan diri kita? Jawabannya terpulang kepada bagaimana kita menjalaninya dalam kehidupan sehari-hari…..Wallahu A’lam
Wassalamualaikum wr wb

Selasa, 08 November 2011

PENOLONG MISTERIUS

Penolong Misterius

Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.

"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.

Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.

Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.

"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.

Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.

Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.

Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.

"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.

Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.

"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.

"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.

Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.

"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.

"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.

Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.

Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?

Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.

Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!

"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.

Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.

"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.

"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.

"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.

"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.

"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.

Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.

"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."

"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.

Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.

"Sekarang pulanglah!" kata Ali.

Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.

"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.

Ali tersenyum dan mengangguk.

"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.

"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.

Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.

Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.

Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.

"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"

"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.

Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.

Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.

Minggu, 06 November 2011

Daging Kurban untuk Walimah Nikah

Al-Hathab menukil keterangan dalam ad-Dzakhirah, bahwa penulis kitab al-Qabas mengatakan:

Guru kami, Abu Bakr al-Fihri mengatakan: Jika ada orang menyembelih hewan dengan niat untuk kurban dan aqiqah maka hukumnya tidak sah. Tapi jika digunakan untuk hidangan walimah, hukumnya sah. Perbedaannya adalah, bahwa maksud utama berkurban dan aqiqah itu sama, yaitu menyembelih hewan. Sementara kegiatan dua menyembelih hewan, tidak bisa digabungkan menjadi satu sembelihan hewan.

Sedangkan tujuan utama walimah adalah makanannya (dagingnya). Dan tujuan ini tidaklah bertentangan dengan kegiatan menyembelih. Sehingga memungkinkan untuk digabungkan.

(Mawahibul Jalil, 9/154)

Keterangan yang sama juga disampaikan dalam Fatawa Syabakah Islamiyah, di bawah bimbingan Dr. Abdullah al-Faqih

Jika ada hewan yang memenuhi syarat untuk kurban, seperti usia dan bebas dari cacat maka hewan ini bisa digunakan untuk kurban dan sekaligus untuk hidangan walimah. Sebagaimana dibolehkan untuk memberikan daging ini kepada kerabat dan rekan. Karena tujuan utama walimah adalah memberi makan undangan. Sebagian ulama telah menegaskan bahwa itu dibolehkan. Seperti keterangan al-Kharsyi dalam Syarh Mukhtashar Khalil, beliau menyatakan: “Jika ada orang yang melaksanakan kurban untuk hidangan walimah nikah, kurbannya sah.”

Meskipun para tamu undangan memberikan sumbangan kepada pemilik walimah, tidak mempengaruhi keabsahan kurban, meskipun sumbangan itu berupa uang.

Allahu a’lam
Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 80649

sumber
muslimah.or.id
penyusun Ustadz Ammi Nur Baits